Piccolo Teatro

By

Perlambatan Ekonomi: Realitas Kuartal III 2025

Data resmi menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,04% year-on-year (yoy) pada kuartal III 2025, sedikit menurun dibanding kuartal II yang mencapai 5,12%.
Pertumbuhan kuartal ke kuartal (quarter-to-quarter) bahkan tercatat sebesar 1,43%.

Sejumlah ekonom sebelum data resmi bahkan memproyeksikan pertumbuhan akan berada di kisaran 5,0% sampai 5,05% yoy, menandakan adanya perlambatan dibanding periode sebelumnya.


Indikasi Daya Beli & Konsumsi Rumah Tangga

Sektor konsumsi rumah tangga—yang memang menyumbang kontribusi terbesar dalam produk domestik bruto (PDB)—tercatat tumbuh 4,89% yoy pada kuartal III.
Meski demikian, institusi statistik nasional yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa perlambatan ini tidak murni karena melemahnya daya beli masyarakat, melainkan dipengaruhi oleh faktor musiman seperti kurangnya libur besar dibanding kuartal sebelumnya.

Dengan kata lain:

  • Konsumsi masih berjalan, tapi tidak se-kuartal sebelumnya yang memang dibantu momentum liburan dan hari besar.
  • Daya beli belum dianggap turun secara signifikan menurut BPS, namun pertumbuhan konsumsi memang melambat.

Sektor-Sektor Penopang & Tantangan

Beberapa hal yang perlu dicermati:

  • Sektor ekspor menunjukkan pertumbuhan yang cukup kuat — misalnya di kuartal ini tercatat ekspor naik hampir 9,91% yoy.
  • Sebaliknya, investasi tampak melemah dibanding kuartal sebelumnya — hal yang menjadi salah satu pemicu perlambatan.
  • Dari sisi konsumsi pemerintah dan realisasi belanja modal daerah, ada catatan bahwa realisasinya belum optimal untuk mendorong pertumbuhan tambahan.

Kenapa Ini Penting & Apa Artinya Bagi Ekonomi Ke Depan

Perlambatan ini memiliki sejumlah implikasi:

  • Pertumbuhan yang melambat bisa memberi tekanan pada target penuh tahun ini — apabila kuartal IV tidak memberikan lonjakan, maka target pertumbuhan tahunan bisa sulit dicapai.
  • Meski daya beli tidak dikatakan turun secara drastis, memperlambatnya konsumsi rumah tangga menunjuk ke perlunya kebijakan yang mendorong belanja masyarakat, terutama di sektor-sektor yang sensitif terhadap kondisi ekonomi.
  • Investasi yang melambat menandakan bahwa sektor riil perlu mendapat stimulus agar mesin pertumbuhan tetap menyala — baik lewat kebijakan fiskal, moneter maupun reformasi regulasi.
  • Dari perspektif pelaku usaha dan pasar, sinyal perlambatan ini bisa membuat mereka berhati-hati dalam ekspansi, terutama jika melihat tekanan global seperti pemulihan ekonomi mitra dagang, kenaikan suku bunga global, atau tantangan komoditas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *